Sabtu, 15 November 2008

"Dengarkanlah Permintaan Hati ini..."







Asap itu...


Aku tak suka asap itu
Lintingan-lintingan maut
Mendera menyiksa yang kusayangi
Aku tak suka asap itu
Menebarkan aroma kematian
Menari-nari menakutiku
Aku tak suka asap itu
Memasang paksa infus-infus penderitaan
Meracuni, meringkihkan
Menghisap air mataku
Membinasakan sukaku
Membisukan suara dengan kesunyian...

- Lena
06 Juni 2008/14.17 wib


Puisi di atas saya rasa cukup menggambarkan perasaan ketidaksukaan saya pada rokok. Betapa tidak? bukan sekali saya merasa kesal dibuat oleh para perokok yang merokok bebas seanaknya aja. Seandainya saja ada barisan panjang orang-orang berunjuk rasa protes, tentu saya akan dengan senang hati berada di barisan depan mendukung anti rokok beserta asapnya beredar untuk berhenti meracuni kami semua.

Ketika saya membaca karya Mbak Azimah Rahayu "Kepada Anda yang bukan perokok!" dalam bukunya "Pagi Ini Aku Cantik sekali" - Catatan Hati Seorang Ukhti 2- terbesit rasa haru, rasa tidak sendirian mengalami hal menyebalkan.

Dalam buku itu mbak Azi (panggilan akrab sang penulis) menuliskan kisah seorang gadis yang sepontan menutup hidungnya dengan tisu ketika ada seseorang didepannya merokok di dalam angkot dengan cuek bebek, tanpa memperdulikan nasib orang lain yang sengsara olehnya. Gadis itu hanya mampu melotot dengan hati jengkel, tapi tidak berani menegur. karna nyalinya tidak begitu besar dan bermacam rasa Takut. Takut di marahi, Takut dikira memberangus hak orang lain.

Dan akhirnya sang penulis mengaku kalau kisah tentang gadis yang ia tulis dalam paragraf pertama tulisanya itu adalah pengalaman pribadinya.dan iapun menuliskan dilain kesempatan beliau berhasil memberanikan diri menegur "mereka"yang hendak melakukan aksi menyalakan rokok. Menurut mbak Azi hal itu membutuhkan keberanian dan kepercayaan diri untuk meneruskan hal itu.iya,sih. dan tambahan dari saya kita juga harus ekstra SABAR, dan terus agresif menegur "mereka" karena kalau kita perhatikan tidak sedikit "mereka" menjadi "fans" berat si rokok. Tidak hanya konglomerat, fakir miskin pun masih ada yang mampu beli padahal untuk kebutuhan hidup lainnya belum tentu ai mampu mencukupinya. Tua, muda, laki-laki atau perempuan bahkan anak kecil. Miris memang dan beraksi secara bebas entah itu di rumah makan, angkot, stasiun, terminal, pasar, bahkan sampai merambah ke rumah sakit yang jelas-jelas di larang keras dan tidak sedikit keluarga kita yang ikut jadi korban. Bahkan bahaya-bahayanya yang sering di bahas dalam seminar-seminar.

Apa yang di alami mbak Azi di angkot tadi saya pun sering mengalaminya. dan semampu saya untuk menegur tapi puncak kejengkelan saya pada saat perjalanan saya pulang dari Jakarta. Dalam kereta Tanjung karang-Kertapati yang transit di Baturaja. Sepulang menghadiri Silnas Flp 2008 di Depok. Puas menahan hati. Sepanjang penjelajahan saya yang lelah sekali rasanya di suguhi asap itu. Sudah gerbong itu terasa sumpek, aneka macam bau, menahan rasa bosan kereta telat berjam-am. Belum lagi ada yang ngerokok. lengkap sudah rasanya penderitaan saya kala itu. Eh, si perokok itu dengan wajah selengek-an tidak basa "di lumpuhkan", keinginan untuk menegurnya berubah menadi enggan dan malas saat itu saya capek setelah melalui perjalanan bareng teman-teman ngobok-ngobok Bekasi, Depok, Tanah Abang sampai menjarah ke Kwitang. Beberapa penawaran telah di ajukan oleh teman seperjuangan saya. Dari mulai memintanya pindah tempat duduk bertukaran dengan teman kami ikhwan, Atau kami saja pindah tempat duduk minta tukaran dengan teman kami ikhwan itu. tapi sama saja keluar dari mulut Buaya masuk ke Harimau. Teguran halus, sindiran sudah di lancarkan. sampai-sampai teman saya yang kebetulan seorang perawat mengeluarkan kalimat "Sampai ketemu di rumah sakit" saking jengkelnya orang itu menanggapi dengan santai bahkan tertawa remeh.

Ada juga pengalaman yang menyedihkan, saat tante yang baru beberapa bulan di persunting Oom ku membeli rokok saat saya tanya mengapa ia beli, ngakunya buat om. Padahal setahu saya om bukan lah tipe orang perokok. Jangankan perokok barat, perokok ringan pun tidak.

"Nggak enak kalau om-nya lagi ngumpul-ngumpul nggak ikutan ngerokok" lanjutnya. Memang saat itu lagi ada acara pernikahan kerabat dekat keluarga kami.

"Hah...?!" lemas rasanya saya mendengar jawaban tante saya. Tidak habis pikir rasanya kalau hanya dengan alasan "nggak enak kalau nggak ikutan" seperti tidak punya prinsif saja. Memangnya kalau tidak ikutan menurunkan harga diri? walau dengan resiko terserang penyakit yang bahkan menyebabkan resiko kematian.

Rokok....
Entahlah mengapa tidak ada sedikitpun rasa saya bersimpati. bahkan sampai berimbas bagi pelaku perokonya. Entah ia ia se-pintar apa, se-kharisma apa. Tetap tidak bagi saya.

Selain dari usaha saya yang lebih keras saya lakukan ialah berdoa berharap para perokok sadar akan apa yang ia lakukan, bahaya yang tidak saja bagi dirinya bahkan bagi orang lain di sekitarny. Aamiin... dan satu lagi... semoga saat Allah memberikan saya jodoh yang tidak merokok.