Minggu, 25 Januari 2009

Perjalanan si kecil FLPcab Oku

Perjalanan si kecil FLPcab Oku

2005

Dampak positif dari kebanyakan membaca karya-karya fiksi akhirnya bisa mengetahui banyak nama-nama penulis kreatif seperti Helvy Tiana Rosa, Asma Nadia, Afifah Afrah, Sakti Wibowo, Syamsa Hawa dan sederet nama besar penulis lainnya yang karya mereka sebagian besar sudah kulahap. Membuat diri ini dikuasai rasa takub plus iri dan akhirnya timbul pertanyaan khusus untuk diri sendiri. Apakah aku hanya akan seperti ini terus menerus? Hanya membaca karya orang lain saja? Bisakah aku seperti mereka?bisa membaca sekaligus menjadi penulis?

Kala itu saya sebagai pengelola perpustakaan milik Masjid. Tentu saja memudahkan saya untuk mendapatkan buku-buku yang baik.

Dan akhirnya membuatku menyentuh dunia tulis menulis dan membuatku berfikir untuk menjadi seorang penulis sebagai tujuan hidup di samping tujuan-tujuan hidup yang lain.

Dari pikiran yang tak di undang itulah akhirnya saya berfikir bagaimana caranya agar saya bisa menemukan wadah untuk bisa sama-sama belajar menulis.

Sepertinya Tuhan memperhatikan saya. Sebuah pencarian yang tidak sebentar berhasil menemukan titik terang. Informasi dari seorang teman saya mendapatkan alamat FLP Wil Sumsel.

Tanpa buang banyak waktu saya langsung menghubugi nomor kantak yang tertera di alamat yang saya dapatkan.Yang akhirnya saya ketahui beliau saat itu berprofesi sebagai seorang dokter muda yang cantik dan berprstasi.

Seperti kata pepatah Pucuk di cinta ulam pun tiba. Saya mendapatkan respon dari beliau yang menyarankan untuk segera membuat cabang saja di daerah saya. Karna kemungkanan besar akan sulit untuk bergabung di Flp wil Sumsel yang kemungkinan akan di hadapkan kendala jarak dan dana.

Semangat itu seperti sesuatu yang tengah merasuki dan menguasai saya begitu dalam. Saya mengajak teman-teman untuk membuat flp cabang flp oku yang untuk awal cukuplah Ketua, sekretaris, dan kaderisasi.

Awal teman-teman terdekat yang saya lirik. Dengan cara membujuk, mempengaruhi, bahkan ada yang membuat sampai ancaman mereka sudah saya lakukan. Ternyata sungguh tidaklah mudah seperti yang saya bayangkan. Yang hanya berbekal semangat saja ternyata tidaklah cukup. Bahkan diantara mereka yang saya bujuk, pengaruhi dan yang saya ancam satu persatu mengambil jarak melarikan diri secara halus mundur teratur, bersembunyi, bahkan ada yang sampai lari menghindar saat saya temui.

Down? Tentu iya.

Tapi untuk mendapatkan sesuatu kita harus bekerja keras.dan bolehlah sambil sedikit bermimpi.dan tentunya tidak berminat untuk menyerah. Dan tentunya saya piker DIA pun tak ingin saya berhenti.

Kurang lebih satu tahun berkelana mengembara sendirian mencari seorang teman yang mau di ajak berjuang bersama akhirnya saya menemukanya. Teman yang selama ini yang saya cari. Dewi Annisa Rizky namanya. Yang baru pulang ke kampung halaman orang neneknya yang telah lama ini ia tinggalkan demi menuntut ilmu.

Layaknya baterai yag baru di charge, saya pun bangkit. Kembali mengumpulkan masa. Tentu saja mreka yan mau dan berminat. Bukan kah suatu yang sia-sia kalau kita mengajak mereka yang bisa tapi tak berminat apa lagi yan tidak mau sama sekali.

Setelah semuanya rapi barulah kembali memberanikan diri kembali untuk membuat cabang.

Awal tahun 2007 sebagai awal tongggak sejarah.

Sungguh senang sekali suasana hatiku saat itu. Apa lagi langsung di respon dan langsung diadakanya sebuah silaturahmi yang kurang lebih selama empat jam bersama pengurus FLP Wil Sumsel dan Flp cab palembang.

Setelah mengeluarkan semua rasa, keluh dan kesah yang saya rasakan selama ini. Kembali di hadapkan kembali pada sebuah tantangan. Satu bulan diberikan waktu untuk persiapan pelantikan.

Terpilihnya Dewi Annisa Rizky sebagai kandidat yang dicalonkan sebagai ketua flp cab oku.yan telah memeuhi standaritas status Madya. Dan saya? Tertunjuk menempati posisi sebagai sekretaris tanpa mempertimangkan saya mau atau tidak tapi tetap harus mau.

Kerja keras tentunya, walau peluh membasahi tapi terasa indah. Tidak hanya acara pelantikan tapi kami sekalian membuat perlombaan untuk memeriahkan acara dan seminar kepenulisan yang menghadirka penulis Azzura Dayana yang menggantikan posisi Kang Abik sapaan Habiburrahman El-syirazi penulis yang booming lewat karyanya Ayat-ayat Cinta yang di jadikan bidikan awal bersamaan dengan moment beliau ke palembang.

Lagi-lagi harus tetap semangat kerja keras yang kurang lebih satau bulan itu telah banyak menyita waktuku belumlah selesai sampai disitu. Entah ujian atau kelalaian listrik padam saat acara berlangsung tapi tidak mengurangi, surutnya semangat peserta yang hadir saat itu, terbukti peserta masih tetap keukuh di bangku masing-masing dengan antusias yang tinggi mengkuti acara-acara. ..

Seperti bayi yang baru lahir masih harus belajar banyak. Siap pontang panting mengutus pengurus untuk ikut pelatihan kepenulisan ke flp wilayah.syarat ketentuan agar dapat mengadakan palatihan kepenulisan di cabang.

Alhamdulillah berkat kesabaran maka terwujudlah pelatihan kepenulisan dengan t6ajuk mPelatihan kepenulisan kajian Rutin Kreatif Menulis (kantn krem). Target awal terpenuhi memang dan akhirnya pasrah dengan seleksi alam. Orang-orangpilihan yang berjuang dan punya semangat tinggi walau jumlah hanya sederat jari-jari mewakili angka dalam satu tangan.begitupun yang terjadi pada pengurus.

Perjuangan yang baru dimulai ini kembali di hadapkan pada sebuah kenyataan harus berpisah dengan sebelah sayap yang ingin terbang bersama-sama. Dan kini harus menjalani seorang diri. Tidak boleh bersedih bagaimanapun sayap kiri itu berhak melakukan hal yang harus ia kerjakan terbang ke arah sarang induknya. Diriku di ingatkan lihatlah di samping kiri dan kananmu masih ada sayap-sayap yang ingin terbang bersamamu. Hilangkanklah rasa sedihmu.

Tapi saya tetap bangga dengan pengurus yang tetap semangat berjuang.

Mungkin bayi kecil flp ini butuh tidur siang .

Tapi, Tidak lama kemudian hari bangun untuk menghadiri undangan Silaturrahm Nasional (Silnas flp) 2008. Dengan Tema Sastra hijau, lingkungan dan kearifan lokal di laksanakan di Jakarta. Bagai di bangunkan oleh tangan sentuhan bunda akhirnya terbangun. Kubuka mata dan kulihat dunia. Senang hati bertemu dengan teman-teman seperjuangan dari seluruh Indonesia, bahkan yang berada di belahan bumi yang lain pun hadir.

Walau dengan merangkak dalam berkaryayan selama ini dengan jatuh bangun baik berusaha menulis, mengikuti lomba dan mempublikasikan karya. Dan pengalaman kecil pun akhirnya menghampiri diriku. Sempat lolos karya tulisanku di muat di buletin yang di kelola oleh dunia kampus. Dapat kesempatam mengisi kolom opini.

Tuhan seperti menyambut tangan kecilku. Di beriNya kesempatan satu buah karya yang ditulis dari hati mendapat hasil yang setimpal dengan usaha yang di lakukan. Mendapat kesempatan sebagai peserta terbaik lomba resensi di Milad FLP Wil Sumsel 8.

Tapi ini baru awal perjuangan FLP cab oku bersama teman-teman seperjuangan. Semoga tuhan selalu melimpahkan semangat untuk terus bisa menghadapi, menjalani dan melewati masa-masa sulit dalam belajar berproses.

Jangan biarkan rinai gerimis menyelimuti hati kita. Ukirlah senyum dan semangat dan ketulusan…

Baturaja, 26.01.2009 / 11.45 wib

Kupersembahkan untuk orang tua kami, Teman-teman seperjuanganku di flp cab oku. Tetap Semangatkan jiwa kita !!!


by: Lena

Minggu, 11 Januari 2009

obsesiku...

Obsesiku...

Saat datang obsesiku
ku tak peduli di sekitarku
walau tawa mereka terdengar bingar menggelegar
hanya aku dan Dia yang tahu
yang ada dalam hatiku
oh, sungguh hanya Kau yang tahu
yang ada di hatiku
Tentang pikiranku, angan, dan inginku
walau entah kapan itu...
Saat waktu bersinar
Dalam kesempurnaan
Dan merekapun tertawa
Indah bersahaja
walaw entah kapan waktunya tiba...
By: lena
Bta, ahad. 10 februari 2008 / 11:50 wib


Subhanallah. ..
puisi yang ku tulis beberapa bulan yang lalu di sampaikan-Nya pada waktu dimana sudah ada tanggal yang saat itu aku harus terlahir kembali. tonggak perjuangan yang baru dengan lafas Basmallah...
Whai saudara-saudariku... please temani, saksikan lah aku berproses.
Thanks untuk rasa patah haati, prustasi, jiwa yang sunyi yang melahirkan prestasi...
dan diri ini punya arti...
dan cepat dapat suami ...( Amiiin )
he..he...

Ma, kita damai !!!

Ma, kita damai !!!

Indahnya. Pada sebuah bis tujuan Bekasi dari pelabuhan Merak, saya duduk di dekat jendela, takjub memandang keluar kaca. Menikmati indahnya Matahari terbit dalam nuansa perjalanan. Embun yang bulir-bulirnya sesaat membuat kaca buram, lalu meleleh diterpa hangatnya sinar mentari pagi yang kian beranjak. Seolah tak mau kalah, pohon-pohon besar serta ilalang disepanjang jalan, menari meliuk-liuk, membuat gerakan senada dengan kehangatan yang mulai terasa. Subhanallah, indah sekali perjalananku kali ini.

Sesekali saya melirik teman seperjalanan yang sedang tertidur pulas. Tampak raut wajah lelahnya, walau sesekali pula menerbitkan senyum. Saya latah ikut tersenyum. Memikirkan, entah sedang mimpi apa dia.

Namun, tiba-tiba saya tertegun. Baru pertama kali saya mengalami hal-hal seperti ini. Menikmati terbitnya surya, melihat gemulai pohon dan ilalang, mencium bau embun, walau letih yang mendera disekujur tubuh, sampai mata yang berat, namun tak mengurangi kebahagiaan yang sebelumnya belum pernah saya rasakan, bahkan, belum terpikirkan sedikit pun.

Jujur, ini kali pertama saya berpergian jauh tanpa di temani keluarga. Hanya saya bersama teman-teman. Sebelumnya Lampung dan Bengkulu daerah paling jauh yang pernah saya jelajahi. Itupun bersama keluarga.

Tapi, tidak kali ini.

Kali ini, saya mencoba sesuatu yang baru. Saya merasa di umur 22 tahun adalah waktu yang sudah sangat tepat untuk “bebas” . Walau sedikit terlambat rasanya baru melakukan di umur sekarang, dan tidak dipungkiri, pasti sudah ada banyak orang lain yang melakukan hal ini lebih dulu, di umur yang jauh lebih muda di banding saya.

Ya, setidaknya saya dapat berkesempatan “bebas”. Bebas dalam arti untuk mencoba belajar bertanggung jawab pada diri sendiri. Bukan bebas dalam konotasi negatif. Bebas menikmati ini semua dalam keadaan sadar. Padahal, biasanya ba’da subuh saya selalu di kalahkan “bertarung”. Entahlah. Rasanya sulit sekali melepaskan diri untuk sekadar terlepas atau menahan diri menolak dari godaan daya tarik kasur yang amat sangat memikat dengan begitu kuat.

Tiba-tiba HP saya bergetar. Ada SMS masuk.

Yuk, sudah sampe di mano? Kato mama jangan lupo makan. Usahakan jangan telat makanyo. Baek-baek di sano. Miss U…

Tanpa menunggu di perintah tuannya, bibir ini menyunggingkan senyum. Sebuah sms dari adik Ni’. Tidak salah! Ini pasti atas instruksi “Sabda Pandita Ratu.” Pandita Ratu itu gelar kesayangan dari kami untuk mama. Jelas, pesan singkat secara tidak langsung yang berasal dari mama, merupakan perintah yang wajib di patuhi.

Tak lama HP berderit lagi. Sms dari adik ela’ dan adik Andi. Sms yang isi intinya sama, “ perintah” untuk tidak lupa makan. Mendadak mereka semua menjadi “Badan Pengawas Makan” untukku.

Dan… aneh.

Sebenarnya bentuk perhatian seperti; jangan lupa makan, jangan telat makan, baik-baik disana, itu hal biasa. Dimana dan kapan pun kalau sedang ada agenda di luar rumah, pernik-pernik ini tidak akan pernah lolos untuk disampakaikan pada anak-anaknya.

Tapi untuk “ Miss U…”? Itu terdengar sangat lain.

Kalau di rumah kami sih biasa, sibuk dengan urusan kami sendiri-sendiri . Tapi begitu jauh seperti ini, semua mendadak berubah menjadi sedikit “romantis” dan “sok perhatian”. Bisa di buktikan akan ada banyaknya sms yang masuk selama saya menjadi musafir. Bahkan “perintah” tambahan : jangan tidur terlalu malam, jangan jajan dan makan sembarangan, jaga kesehatan dan yang lebih ribet lagi harus siap lapor setiap perjalanan baru. Itukah salah satu keajaiban dari cinta…?

Tiba-tiba saya merasakan sesuatu. Entah rasa apa itu…? Ada dingin diserap dalam batin. Rasa haru disertai teritisan rindu.

Serta merta, pikiran saya tertuju pada sosok yang melahirkan saya.

Dan saat jauh seperti ini ternyata adalah waktu yang amat mujarab untuk dapat mengingat kembali semua jasa, pengorbanan dan arti seorang ibu. Yang setiap sentuhannya amat terasa sangat tulus. Hanya seorang ibu lah yang dapat melakukanya dangan hati penuh cinta.

Mendidik anak-anaknya dengan kasih, menanamkan pengertian, membantu kita mencari hikmah dalam setiap pengalaman dari perjalanan hidup. Meskipun kebanyakan dari itu semua, terkadang tidak sesederhana yang kita bayangkan dan kita ketahui sebagai seorang anak.

Karena memang, setiap kisi keegoisan sebagai seorang anak, beranggapan seorang ibu bisa menjadi sangat posesif dipenuhi rasa panik jika sesuatu terjadi pada anaknya. Padahal, justru itulah ungkapan sederhana dari semua atas nama cinta tanpa pamrih ini.

Nanar saya pandang langit biru yang berhias awan di sepanjang jalan. Seakan melukiskan wajah yang teduh milik ibu, di kanvas raksasa yang di lukiskan oleh penciptaku.

Mengingat wajah itu, rinai mulai mengguyur hati saya, basah. Sebuah rasa penyesalan. Mengingat-ingat masih sering “melarikan diri” dari petuah-petuahnya atau kurang ikhlas menjalankan apa yang dimintanya.

Menyadari terkadang banyaknya konflik yang terjadi, sungguh tidak terhitung sejak kecil hingga sekarang. Sering terjadi perbedaan dalam sudut pandang, keras mempertahankan pendapat masing-masing. Dan bermuara pada pertengkaran-pertengkaran kecil yang terkadang malah terjebak ego, merasa paling benar, tidak mau mengalah yang sering mendominasi dari rasa gengsi.

Contoh kecil, dari hal musik. Karena dari generasi berbeda, otomatis selera pun berbeda. Dan masing-masing kami pun mempunyai selera musik yang berbeda. Ibu saya masih sangat cinta dan setia banget dengan lagu-lagu era jaman dulu. Sebut saja sederet idolanya: Pambers, Meriam belina, Tomi j pisa …dan masih sederet panjang nama-nama penyanyi idolanya.

Sedang saya, ah… sulit sekali buat saya menerima dengan tangan terbuka. Bisa di bilang tidak sehati. Bahkan agak membuat saya kriting kuping-kribo rambut. he..he..

Tapi, anehnya, malah saya hapal dan terkadang tanpa sadar sering ikutan bernyanyi walau dengan nafas kesal kala tembang-tembang itu di putar.

Huff…

Boro-boro mau dengar nasyid.

Tapi di nuansa rindu seperti ini, mau tidak mau saya harus berdamai. walau tanpa kesepakatan yang di sepakati sebelumnya.

Dan saya harus merelakan dengan ikhlas mendengar tembang-tembang itu di putar secara bebas di bis dalam perjalanan ini. Hmm…ia pasti satu generasi dengan ibu.

Anehnya, tetap saja saya tidak “protes” seperti yang sudah-sudah. Seakan-akan dituntut untuk selalu berdamai. Membiarkan lagu-lagu itu mewarnai perjalanan saya, tanpa bisa mendeteksi berapa lama lagi saya dapat mengakhiri perjalanan ini.

Ya, di nuansa rindu seperti ini, lagu-lagu itu terdengar indah, seakan terasa ada aura dan nafas ibu. Terbayang ia tersenyum manis, berbahagia sambil berdendang ria. Dan lagi-lagi, mau tidak mau saya terpikir sesuatu. Seakan baru tersadar dari rasa penyesalan.

Ya Allah, betapa egoisnya saya. Mengapa tidak terpikir untuk berdamai saja? Dengan ibu sama seperti saat ini??

Tanpa di sadari ada rasa menyesak di dalam dada dan sesuatu terasa memanas mengalir di pipi, pedih di ruangan mata.

Hhh…

Ya, mungkin inilah saatnya mencoba untuk menghargai perbedaan, dan menyingkirkan segala rasa berat dan egois. Saya ingin menjadi anak yang baik buat mama.

Tiba-tiba telinga saya menangkap sesuatu. Sebuah lagu yang sedang mengalun, baru di putar oleh sang sopir menggeser tembang-tembang kesayangan mama. Lama merenung dan mencoba mengingat-ingat.

Tunggu…sepertinya, saya mengenali lagu ini ? serasa sudah tidak asing lagi di telinga saya.

Ya, lagu lama yang di arasemen ulang, sengaja di ubah. Mungkin bertujuann menuruti selera pasar sekarang. Telinga saya semakin lekat dan rasa tertarik pun semakin lama semakin besar. Jujur saya akui lagu ini terdengar seru dan asik.

Saya punya ide.

Bismillah…

Hhh.. saya menarik nafas dalam. Saya mengambil keputusan .

Ma…Kelak, Saya tidak akan keberatan dengan lagu-lagu idola mama itu. Mau di putar semua koleksi dalam waktu sehariaan pun tidak masalah. Saya tidak akan bawel lagi Demi kebahagiaan mama.

Atau jika nantinya lagu-lagu mama itu dengan keadaan sama seperti saat ini. Suer,!! Ma… saya tidak keberatan menjadi teman mama yang baik untuk mendengarkannya bersama mama.

Asal…yang menyanyikannya Afgha.

Serius, Ma…saya angkat bendera putih .

Ma… kita damai !!!

Baturaja, 23 juli 2008 / 15:37 wib

Thanks : Ma, adik-adikku, dan mbak Rien

Kamis, 08 Januari 2009

Israel... Tidakkah kalian takut akan azab Tuhanku...

Sedih hatiku
Menetes air mataku
Mengalir pilu
Tak ada yang ku mampu berbuat
Hanya melihat
Mencoba untuk ikut merasakan...
Sungguh sangat menyesakkan dadaku
Pedihkan ruang mataku...
kalian...
Tanpa perasaan membantai saudara-saudaraku...
Pisahkan Istri dari suami-suami mereka...
Anak dari cinta kasih kedua orang tuanya...
dimana hati kalian??
Nurani dan cinta...?
kemanusiaan?
Apa hanya kekejian yang kalian punya...?
Tidak pikirkah jka semua ini kalian yang rasakan?
Penderitaan, Ketakutan, Kesakitan, Air mata...?

Tidak takutkah kalian akan azab Tuhan kami...??




by: Lena
05.01.2009/03:14 pm
Baturaja, satu hari setelah penggalangan dana untuk palestina