Senin, 01 April 2013

Drama



DRAMA


Jika saya mendengar kata “drama”. Ada banyak hal yang berkecamuk dalam pikiran saya. Saya jadi kembali teringat dengan keinginan dan obsesi saya beberapa tahun yang lalu. Ingin sekali bermain peran dan terlibat langsung dalam proses kreatif dan produksinya. Sebuah impian yang gila mungkin, tapi sungguh hal ini memang pernah terlintas. Tentang sebuah keinginan, suatu saat nanti bersama dengan teman-teman saya dapat menghasilkan karya yang bermanfaat.
Bahkan sampai merambat pada cita-cita ingin membuat film indie, mengangkat budaya melayu dan budaya lokal juga manambah daftar panjang dari impian yang terkesan sangat lucu. Keinginan saya yang paling konyol dan sangat gila adalah suatu saat nanti saya bisa bermain Teater di Taman Ismail Marzuki. Dengan drama kolosal atau musical juga boleh. Bersama dengan orang-orang hebat tentunya. Hm… Mimpi gratis kan? Aamiin.
Ada banyak hal kegilaan yang ada pada diri saya. Salah satunya adalah kegilaan saya  mengoleksi banyak buku dan film dari banyak genre. Inilah yang membuat saya seringkali “teracuni dan mabuk” dan terus-terusan haus, sulit untuk melepaskan diri.
Menurut saya, dunia kepenulisan, buku dan film sangat berkaitan erat. Bahkan saling mendukung. Ada banyak film yang mengangkat kisah dari buku ,juga sebaliknya. Dua kegiatan ini tidak dapat terlepas dari proses penuangan ide kreatif yang dengan memanfaatkan media tulisan.
Mengenai drama saya jadi teringat dua tokoh yang saya kenal lewat buku dan film, mereka sepertinya sangat akrab dengan drama. Tokoh pertama dari barat. Aldolf Hitler. Dari buku The Escape karya Rizki Ridyasmara yang pernah saya baca, mengulas banyak penemuan fakta-fakta baru tentang Hitler, ada sebuah kesaksian yang membuat saya sangat tertarik. Dalam buku itu ada sebuah pengakuan teman satu kamar Hitler ketika bersama di 29 Stumpergase, Wina, bernama August Kubizek mahasiswa akademik musik ini bersaksi, jika Hitler tidak bekerja dengan serius, tidak kuliah dan kerjanya hanya menonton opera Richard Wagner dan Lohengrin. Bahkan, Hitler mampu menonton opera berjudul “Tristan” karya Wagner sebanyak empat puluh kali dan opera “Libertto’nya Lohengrin sebanyak empat puluh kali.
Sulit sekali membayangkan seorang pemimpin NAZI yang dikenal sebagai pemimpin Diktator dan sangat kejam ini, yang telah melenyapkan banyak nyawa dan meninggalkan sisa kekejamannya di beberapa tempat yang pernah menjadi korban kekejamannya ini ternyata seorang pemuda yang suka sekali menonton drama. Tapi inilah faktanya.
Satu lagi tokoh dari tanah air kita yang awalnya saya kenal dari sebuah film di tahun 2008 lalu, tokoh yang diperankan sangat apik oleh Nicholas Saputra. Saya pernah  menyempatkan nonton film ini meski tidak sampai selesai karena mendekati jadwal keberangkatan saya ke Depok dan mampir ke Fakultas sastra jepang UI, untuk mengikuti serangakaian kegiatan Silaturahmi Nasional bertemu dengan banyak penulis se-Indonesia dari forum kepenulisan yang saya ikuti, membekas sebuah kenangan indah saat bekesempatan langsung bertemu dengan Taufik Ismail.
Film yang diangkat dari buku memoar kisah perjalanan seorang aktivis di era tahun 1960-an. Seorang aktivis Fakultas Sastra lahir dari dunia kepenulisan menjadi salah satu orang yang menyebabkan tumbangnya rezim Orla dari hasil pemikiran dan tulisan-tulisannya yang tersebar di banyak media.
Pernah dengar tentang “Catatan seorang demonstran” yang masih dijadikan sebagai inspirator dari banyak mahasiswa hingga sekarang, dan masih terus menjadi topik diskusi menarik yang dilakukan oleh kalangan mahasiswa. Ya, siapa lagi kalau bukan Soe Hok gie.
Gie dengan teman-temannya selain aktif di kegiatan Mapala-nya, mereka sering mengadakan aksi nonton bareng pertunjukan teater rakyat, memutar film dan kemudian berdiskusi. Gie sosok yang menarik bagi saya. Selain pernah merasa satu nasib untuk hal-hal tertentu dan juga tentunya banyak yang menginspirasi saya untuk terus tetap menulis.
Menyimak kisah perjuangan Gie, membuat saya sangat malu selama menjadi mahasiswa. Sungguh saya sangat malu menjadi mahasiswa. Karena masih ada banyak hal yang belum mampu saya lakukan. Dan mungkin saya belum melakukan apa-apa.
Jujur sampai sekarang saya masih sering memutar film semi documenter ini berulang-ulang. Kalau mau dibandingkan dengan trek record yang di raih Hitler tadi mungkin saya akan menjadi pemenangnya mengungguli Hitler. Film yang membuat saya harus banyak mempelajari sejarah, film yang isinya sangat padat. Butuh konsentrasi dan penalaran tingkat tinggi selama proses mononton film ini.
Pikiran “nakal” saya muncul. Apakah kedua tokoh yang berpengaruh dan  berprestasi di bidangnya masing-masing ini, ada factor yang mempengaruhi yang berkaitan dengan drama?. Dengan melalui proses analisis dan deef thinking-kah?. Analisis hipotesis saya sepertinya begitu.  Jika benar demikian sungguh sangat menakjubkan berangkat dari hobi dan kebiasaan, bisa membentuk manjadi tokoh seperti mereka. Wow… !
Bagaimana dengan team kreatif yang berhasil memproduksi karya yang telah berhasil membentuk kedua tokoh yang bagi saya sama hebatnya ini? Kalau yang menikmati hasilnya saja bisa menjadi orang yang begitu hebat, bagaimana dengan mereka yang berhasil membuat karya tersebut tentunya harus jauh lebih hebat lagi dong !.
Tentunya ada banyak tokoh-tokoh hebat yang dapat dijadikan inspirasi bagi kita generasi hijau untuk terus semangat berkarya. Harus mampu balajar dari tokoh-tokoh hebat yang berada di balik layar sebagai team kreatif. Ada banyak nama yang kita kenal Seperti W.S Rendra dan Putu Wijaya dan masih banyak lagi sebagai bukti nyata.
So, semangatlah kawan untuk berkarya dalam bidang apapun. Lakukanlah yang terbaik. Semoga dengan kesempatan ini kita bisa menciptakan karya yang baik dan menjadi bagian orang-orang yang dapat meninggalkan warisan yang bermanfaat. Sebuah catatan sejarah , sebuah peninggalan bahwa kita pernah menjadi sosok yang berharga semasa hidup kita. Raga memang bisa mati tapi jiwa yang meninggalkan karya tidak akan pernah mati. Ia akan terus hidup.
  Salam semangat. Semoga bumi kita menjadi lebih indah. 

Baturaja,  Senin, 01 April 2013